Yayasan Holistika Sinergi Berdaya adalah sebuah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui berbagai program pelatihan dan pendampingan. Berkomitmen dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendekatan holistik dan program-program pemberdayaan yang beragam.
NILAI DASAR HOLISTIKA
Holistika Institute memiliki tiga nilai dasar yang menjadi acuan nilai dalam pengembangan setiap program dan kegiatan. Nilai dasar tersebut adalah Peduli, Terlibat, dan Berdaya.
PEDULI
Peduli di KBBI bermakna mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Peduli adalah sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar kita. Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita.
Dalam pandangan kami, yang menjadi salah satu sebab tidak terselesaikannya permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan bukanlah disebabkan tidak adanya orang yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam menyelesaikan masalah tersebut. Namun, semata karena tidak rendahnya rasa peduli terhadap persoalan yang ada. Mau memperhatikan lingkungan sekitar, mempelajari apa yang sebenarnya sedang terjadi, lalu berusah mengambil tindakan untuk mencari merubah kondisi di lingkungan sekitar menjadi lebih baik.
Peduli terhadap kondisi di lingkungan sekitar akan mendorong anggota-anggota masyarakat untuk bergerak melakukan perubahan. Esensi peduli bukan hanya terhadap persoalan yang terjadi, tetapi juga terhadap potensi yang ada. Peduli didasari pada sebuah kesadaran penuh terhadap kondisi yang sedang terjadi dan penerimaan hakikat manusia sebagai khalifah fil ard.
Peduli akan muncul jika setidaknya telah mengalami tiga fase kondisi mental yang dialami oleh seseorang:
a. Kesadaran akan kondisi yang terjadi pada masa lampau dan saat ini
Teknologi informasi yang memberikan fasilitas untuk setiap orang dengan mudah berinteraksi di dunia maya terkadang membuat kesadaran kita terhadap kondisi yang terjadi pada saat ini menjadi rendah. Sosial media yang lebih banyak menampilkan fleksing secara tidak langsung banyak membuai alam pikiran kita untuk berimajinasi liar, seolah-olah dan merasa ada di dunia yang berbeda. Dunia yang bertolak belakang dengan kondisi nyata yang sedang dialami saat ini. Sehingga, saat kita disentakkan dengan keadaan, seringkali kita kelimpungan, tidak mengerti apa yang sedang terjadi sesungguhnya, atau merasa bahwa ini tidak benar-benar terjadi. Dunia nyata dan dunia imajinasi menjadi bias, tidak memiliki batas yang jelas.
Dampaknya adalah, kita seringkali menjadi gagap saat dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang terjadi. Padahal sebenarnya kita sendiri memiliki bekal yang cukup dan juga kemampuan untuk menyelesaikannya. Namun imajinasi semu telah menyebabkan kemampuan analisa kita terhadap kondisi yang terjadi menjadi tumpul. Fakta-fakta yang terjadi ditafsirkan secara salah karena kurangnya pemahaman komprehensif dari fakta yang muncul. Padahal, itu seringkali adalah fakta yang ada di sekitar kita.
Sebagian besar dari kita saat ini lebih banyak melihat keluar. Lalu kita merefleksikan diri berada pada kondisi yang sedang kita lihat. Sehingga fakta-fakta yang terjadi tidak diperhatikan secara utuh, dibiaskan dengan persepsi awal yang dibangun atas informasi yang banyak diterima dari luar. Sehingga saat kita menafsirkan fakta yang terjadi seringkali ikut menjadi bias, cenderung menolak atau menganggap bahwa ini di luar jangkauan kemampuan kita. Lebih parahnya lagi, sebagian dari kita lalu mencoba mencari berbagai pembenaran atas kondisi yang terjadi atau malah mencari kambing hitam atas kondisi yang terjadi. Jika ini yang terjadi, apakah mungkin muncul keinginan untuk melakukan perubahan?
Perubahan besar akan sangat mungkin dilakukan jika diawali oleh kesadaran yang utuh. Sadar akan kondisi masa lampau dan saat ini, sadar akan potensi yang dimiliki, sadar akan kelemahan dan ketidakmampuan, sadar bahwa kita memiliki kemampuan yang selama ini kita tekan, sadar bahwa kita tidak sendirian, sadar bahwa kita pernah melakukan kesalahan, sadar akan hal baik dan hal buruk yang pernah menimpa dan yang sedang dialami, sadar dengan tarikan dan hembusan nafas yang sedang kita lakukan saat membaca tulisan ini.
b. Menerima dengan utuh apa yang ada dan sedang terjadi saat ini
Menerima adalah proses lanjutan setelah kita menyadari fakta sebenarnya yang terjadi dalam diri kita atau di sekitar lingkungan kita. Tidak sedikit orang yang sadar dengan kondisinya, namun dia berusaha untuk melakukan penolakan. Faktor ego dan perasaan diri begitu spesial (over confident) menjadi penyebab munculnya penolakan atas apapun yang terjadi. Merasa bahwa kita memiliki hak untuk mendapatkan yang lebih baik dari ini. Merasa bahwa kitalah yang berkuasa atas setiap peristiwa sehingga apa yang menimpa kita tidak layak terjadi.
Penolakan terhadap kondisi yang terjadi pada masa lampau dan saat ini hanya akan berujung pada penolakan terhadap keberadaan diri sendiri. Lebih jauhnya lagi, akan berujung pada penolakan terhadap eksistensi Allah SWT.
Menerima adalah wujud keikhlasan akan apapun yang terjadi dan menimpa kita. Menerima akan memunculkan rasa syukur. Rasa syukur akan memicu ketenangan. Ketenangan akan membangkitkan energi positif.
c. Keinginan kuat untuk melakukan perubahan dari kondisi saat ini menjadi kondisi yang lebih baik.
Setelah kita masuk pada tahap menerima, akan muncul dua pilihan sikap yang saling bertolak belakang. Pertama adalah sikap pasrah dan menyerah, yang kedua adalah keinginan untuk merubah.
Sikap pasrah dan menyerah biasanya terjadi jika kita hanya menyadari sisi negatif, hanya menyadari ketidakmampuan, berpikir taklid bahwa ini adalah ketentuan mutlak yang tidak bisa dirubah, atau persepsi bahwa ini adalah hal yang mustahil dirubah. Sikap ini menunjukan keputusasaan atas berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan. Atau didasari karena perasaan lelah terhadap harapan dan mimpi-mimpi. Bisa juga dikarenakan telah terjebak pada zona nyaman berada pada posisi saat ini.
Sebaliknya, ketika kita menyadari secara utuh, baik sisi negatif dan juga sisi positif, baik kelemahan dan juga keunggulan, baik sisi kemustahilan untuk dirubah dan juga peluang untuk melakukan perubahan, maka akan memunculkan keinginan kuat untuk melakukan perubahan.
Kesadaran dan penerimaan yang diikuti oleh sikap pasrah dan menyerah tidak akan membawa kepada perubahan. Malah hanya akan mendorong pada keputusasaan, keterpurukan yang semakin parah. Namun, kesadaran dan penerimaan yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk melakukan perubahanlah yang akan menghasilkan dampak perubahan yang signifikan.
Kesadaran, penerimaan, dan diikuti oleh keinginan kuat untuk berubah merupakan wujud dari kesadaran bahwa kita selalu memiliki pilihan untuk memilih yang baik daripada yang buruk.
Tiga kondisi mental di atas akan memicu seseorang untuk menjadi lebih peduli terhadap dirinya dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kemudian mereka akan lebih proaktif terhadap kondisi yang terjadi. Tanpa menunggu ajakan dan dorongan dari luar. Bergerak melakukan sesuatu dengan dasar bahwa ini penting dilakukan agar kondisi menjadi lebih baik.
TERLIBAT
Terlibat di KBBI bermakna tersangkut, terbawa (dalam sebuah perkara). Terlibat adalah sebuah kondisi berada dalam satu lingkaran dan bersifat aktif. Terhubung dengan orang-orang yang berada dalam lingkaran tersebut secara langsung. Saling memberi dan menerima dampak atas setiap tindakan yang dilakukan secara sendiri-sendiri ataupun bersama sama.
Terlibat berarti kita masuk dalam sebuah ekosistem. Menjadi bagian dari sistem yang ikut serta memastikan bahwa sistem ini bisa berjalan dengan baik. Menyadari bahwa kita, sebagai salah satu bagian dari sistem, memiliki fungsi dan peran yang penting untuk keberlangsungan sistem. Apapun fungsi dan peran tersebut, kecil atau besar, sederhana ataupun kompleks, tampil di muka ataupun hanya dibelakang. Jika fungsi dan peran ini tidak dijalankan dengan baik, maka berisiko akan terjadi kegagalan dalam sistem.
Dalam konteks ini, Holistika menyadari dengan penuh bahwa keberadaannya merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar. Sekecil apapun peran dan fungsi yang dijalankan, kita yakin bahwa akan memberi dampak pada keseluruhan ekosistem. Yang berarti bahwa, jika kita tidak menjalankan peran dan fungsi tersebut dengan baik, maka akan terjadi kegagalan dalam ekosistem yang ada. Ekosistem di sini adalah sebuah ekosistem kesejahteraan masyarakat.
BERDAYA
Berdaya berasal dari kata dasar daya, yang berarti: 1) berkekuatan; berkemampuan; bertenaga; 2) mempunyai akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu dan sebagainya. Orang yang berdaya, berarti orang yang memiliki daya, memiliki kekuatan, dan kemampuan. Dia mampu melakukan sesuatu dan atau mengatasi sesuatu dengan kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya tersebut. Dia mandiri, tidak tergantung pada orang lain ataupun pihak lain.
Dalam pemahaman kami, berdaya memiliki dua sisi yang saling melengkapi.
a. Berdaya sebagai sebuah kondisi
Berdaya merupakan sebuah kondisi seseorang yang telah memiliki kemampuan, kekuatan, dan tenaga untuk melakukan sesuatu atau mengatasi sesuatu secara mandiri. Orang yang berdaya telah berhasil menggali potensi yang ada di dalam dirinya untuk berkembang hingga menjadi kekuatan yang melekat pada dirinya. Sehingga dengan kekuatan tersebut, dia bisa melakukan tindakan atau menyelesaikan sesuatu tanpa perlu tergantung pada orang lain.
b. Berdaya sebagai sebuah tindakan
Orang yang berdaya adalah yang mampu mengenali dirinya dengan baik. Mengenali kelemahan dan juga kekuatan yang dimiliki. Kemudian mengoptimalkan apa yang dia ketahui untuk melakukan tindakan, menyelesaikan masalah, membuat perubahan. Dengan kesadaran sendiri, dia bergerak tanpa menunggu arahan dari orang lain, tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.
Dalam mencapai tujuan, dia berusaha memanfaatkan secara optimal kekuatan dirinya sendiri. Sedangkan untuk menutupi kelemahan yang dimiliki, dia mengoptimalkan terlebih dahulu potensi yang ada disekitarnya dengan cara berkolaborasi. Bekerjasama dengan orang lain tidak membuatnya tergantung, tetapi menjadikannya sejajar dengan pihak-pihak lain.
Kolaborasi dari kedua hal inilah yang menunjukan seseorang atau sekelompok masyarakat telah berdaya.
Tiga hal ini, peduli – terlibat – berdaya, yang menjadi nilai dasar Holistika. Nilai dasar inipun sekaligus sebagai sebuah penuntun bagi Holistika untuk mewujudkan visi & misinya.






